Selasa, 19 Agustus 2008

Neon Tetra Disease (Pleistophora hyphessobryconis)

Disease Type: sporozoan

Organism: Pleistophora hyphessobryconis

Names: Neon Tetra Disease, Pleistophora

Description: Neon Tetra disease is more common than many aquarium enthusiasts realize, and affects species beyond neon tetras. Named after the fish that it was first identified in, the disease strikes members of the tetra family most often. However, other popular families of aquarium fish are not immune.
Cichlids such as Angelfish, and Cyprinids such as Rasboras and Barbs, also fall victim to the disease. Even the common Goldfish can become infected. Interestingly enough, Cardinal tetras are resistant to the ravages of Neon Tetra disease. Caused by the sporozoan, Pleistophora hyphessobryconis, the disease is known for its rapid and high mortality rate among neons. To date there is no known cure, the only 'treatment' being the immediate removal of diseased fish to preserve the remaining fish.
The disease cycle begins when parasitic spores enter the fish after it consumes infected material, such as the bodies of dead fish, or live food such as tubifex, which may serve as intermediate hosts.

Once in the intestinal tract, the newly hatched embryos burrow through the intestinal wall and produce cysts within the muscle tissue. Muscles bearing the cysts begin to die, and the necrotic tissue becomes pale, eventually turning white in color.
# Symptoms: Restlessness
# Fish begins to lose coloration
# As cysts develop, body may become lumpy
# Fish has difficulty swimming
# In advanced cases spine may become curved
# Secondary infections such as fin rot and bloating

During the initial stages, the only symptom may be restlessness, particularly at night. Often the first thing an owner will notice is that the affected fish no longer school with the others. Eventually swimming becomes more erratic, and it becomes quite obvious that the fish is not well.
As the disease progresses, affected muscle tissue begins to turn white, generally starting within the color band and areas along the spine. As additional muscle tissue is affected, the pale coloration expands. Damage to the muscles can cause curvature or deformation of the spine, which may cause the fish to have difficulty in swimming. It is not unusual for the body of the fish to have a lumpy appearance as the cysts deform the muscles.
Rotting of the fins, especially the caudal fin, is not uncommon. However, this is due to secondary infection rather than a direct result of the disease itself. Bloating is another secondary infection.

Treatment:
# None, separate or euthanize diseased fish

There is no known cure. To ensure all fish are not lost, remove diseased fish from the tank. Some species, such as Angelfish, may live for quite some time. However, they should be separated from uninfected fish to avoid spreading the disease.
# Prevention: Quarantine new fish for two weeks
# Maintain high water quality
# Do not purchase from a tank with ill fish

The best prevention is to avoid purchasing sick fish, and to maintain high water. Carefully observe the suppliers fish. Do not purchase any fish from tanks where there are sick, dying, or dead fish present. Fish that do not school, or hang apart from the others, should be suspect.

Common Questions:
Q: I've heard that just like ich, all neon tetras carry this disease.
A: Not all neons are not carriers, however if the disease is present in one specimen in a tank, it may have already infected all other neons in that tank. Never purchase a fish from a tank where other fish appear to be sick.

Q: Does Erythromycin cure this disease? How about Nalidixic Acid, or Protozin?
A: There is no known cure for Neon Tetra disease. Erythromycin is primarily effective against gram-positive bacteria, and no evidence exists that it has any effect on Neon Tetra disease. Some owners have reported success in alleviating symptoms of the disease by using Nalidixic Acid, which is generally used to treat gram-negative organisms. However, this has not been substantiated in scientific studies. Protozoan drugs such as Protozin, have also been reported to have relieved symptoms of the disease. However, as with other treatments, an actual cure has not been scientifically documented.

Many of the reported cures are the result of misdiagnosis. Certain bacterial infections mimic the symptoms of Neon Tetra disease. Those diseases often respond to medication, thus giving rise to the incorrect belief that there is a cure for Neon Tetra disease.

Q: Once a tank has Neon Tetra disease present, it can never be eliminated from that tank.
A: Because consuming infected material passes on the protozoa, it is nearly impossible to rid a tank of the parasite if there are infected fish present. Anytime one fish picks at another, they are at risk of contracting the disease. For this reason, it's imperative to quarantine infected fish. It is true that the spores may present in many aquariums, however careful cleaning and maintenance will remove most of them. It is only when a fish consumes the spores that they become infected.
(http://freshaquarium.about.com/cs/disease/p/neondisease.htm)

Senin, 18 Agustus 2008

LELE SANGKURIANG

Lele Sangkuriang telah dirilis pada tahun 2004, dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KP.26/MEN/2004. Tujuannya untuk memberikan pilihan bagi pembudidaya lele yang memang menyadari bahwa kualitas benih lele dumbo yang beredar saat itu semakin menurun.
Sangkuriang dirilis sebagai induk lele yang telah mengalami perbaikan genetik untuk mengembalikan sifat-sifat unggul lele dumbo generasi awal.
Sangkuriang dihasilkan dari persilangan-balik (back-cross) ikan lele Dumbo. Betina keturunan ke-dua (F2) disilangkan dengan jantan keturunan ke-enam (F6). Kemudian jantan yang diperoleh dari persilangan tersebut (F2-6), disilangkan lagi dengan betina F2. Keturunan yang diperoleh dari persilangan kedua dipelihara sebagai calon induk yang kemudian disebarkan sebagai Induk Lele Sangkuriang.

Benarkah Sangkuriang Lebih Unggul?
Sifat-sifat unggul seperti kecepatan tumbuh, ketahanan terhadap penyakit serta konversi pakan, selalu menjadi pertimbangan untuk memilih usaha budidaya yang menguntungkan. Tabel berikut ini menyajikan perbandingan karakter lele Sangkuriang dan lele Dumbo.

DESKRIPSI / SANGKURIANG / DUMBO
KARAKTER REPRODUKSI
Usia matang gonad pertama (bulan) / 8-9 /4-5
Fekunditas (butir/kg induk) / 40.000-60.000 /20.000-30.000
Diameter telur (mm) 1,1 -1,4 /1,1-1,4
Lama inkubasi telur pada suhu 23-24°C (jam) / 30-36 / 30-36
Lama penyerapan kantong telur (hari) / 4-5 / 4-5
Derajat penetasan telur (%) / >90 / >80
Panjang larva umur 5 hari (mm) 9,13 / 9,13
Berat Larva umur 5 hari (mg) / 2,85 / 2,85
Sifat kanibal larva / tidak / tidak
Kelangsungan hidup larva (%) / 90-95 / 90-95
Pakan alami larva /Moina,Daphnia,Tubifex,/Moina, Daphnia, Tubifex Daphnia,

KARAKTER PERTUMBUHAN
Pendederan I (benih umur 5-26 hari)
~ Pertumbuhan harian (%) / 29,26 / 20,38
~ Panjang standar (cm) / 3-5 / 2-3
~ Kelangsungan hidup (%) / >80 / >80
Pendederan II (benih umur 26-40 hari)
~ Pertumbuhan harian (%) / 13,96 / 12,18
~ Panjang standar (cm) / 5-8 / 3-5
~ Kelangsungan hidup (%) / >90 / >90
Pembesaran
~ Pertumbuhan harian selama 3 bulan (%) / 3,53 / 2,73
~ Pertumbuhan harian calon induk (%) / 0,85 / 0,62
~ Konversi Pakan / 0,8-1 / >1
TOLERANSI TERHADAP LINGKUNGAN DAN PENYAKIT PADA PENDEDERAN DI KOLAM
~ Suhu (°C) / 22-34 / 22-34
~ pH / 6-9 / 6-9
~ Oksigen terlarut (mg/l) / >1 / >1
~ Intensitas Trichodina sp. / 30-40 / >100
~ Intensitas Ichthyopthirius sp. / 6,3 / 19,5
(http://www.bbpbat.net)

Rabu, 13 Agustus 2008

Budidaya Ikan Mas

PENDAHULUAN

Ikan mas (Cyorinus carpio, L.) merupakan spesies ikan air tawar yang sudah lama dibudidayakan dan terdomestikasi dengan baik di dunia. Di Cina, para petani telah membudidayakan sekitar 4000 tahun yang lalu sedangkan di Eropa beberapa ratus tahun yang lalu. Sejumlah varietas dan subvarietas ikan mas telah banyak dibudidayakan Asia Tenggara sebagai ikan konsumsi dan ikan hias.

Berdasarkan keanekaragaman genetik, ikan mas memiliki keistimewaan karena banyak strain/ras. Hal ini disebabkan karena: 1) penyebaran daerah asal mulai dari Cina sampai ke daratan Eropa sangat luas dengan keadaan lingkungan yang bervariasi dan secara geografis terisolasi, 2) daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan, 3) akumulasi mutasi dan 4) seleksi secara alami maupun oleh karya manusia (Hulata, 1995). Daya adaptasi yang tinggi juga menyebabkan ikan mas dapat hidup dalam ekosistem dataran rendah sampai dataran tinggi (sampai ketinggian 1800 m dpl.). Strain tersebut tampak dari keragaman bentuk sisik, bentuk tubuh dan warna. Beberapa strain yang sudah di kenal di tanah air diantaranya adalah Majalaya, Punten, Sinyonya, Domas, Merah/Cangkringan, Kumpai dan sebagainya (Hardjamulia, 1995).

Usaha pemeliharaan ikan mas makin berkembang, dengan ditemukannnya teknologi pembesaran secara intensif di KJA (karamba jaring apung) dan KAD (kolam air deras). Dengan demikian kebutuhan benih makin meningkat.

TEKNIK PRODUKSI IKAN MAS

A. Persiapan Kolam

Persiapan kolam untuk kegiatan pemijahan ikan nila antara lain peneplokan/ perapihan pematang agar pematang tidak bocor, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan saringan dimaksudkan untuk menghindari masuknya ikan-ikan liar sebagai predator atau kompetitor yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil produksi maupun kualitas benih yang dihasilkan.

B. Pembenihan

1. Pemeliharaan dan Seleksi Induk

Induk dipelihara di kolam khusus secara terpisah antara jantan dan betina. Pakan yang diberikan berupa pellet dengan kandungan protein 25%. Dosis pemberian pakan sebanyak 3% per bobot biomas per hari. Pakan tersebut diberikan 3 kali/hari.

Ikan betina yang diseleksi sudah dapat dipijahkan setelah berumur 1,5 - 2 tahun dengan bobot >2 kg. Sedangkan induk jantan berumur 8 bulan dengan bobot > 0,5 kg. Untuk membedakan jantan dan betina dapat dilakukan dengan jalan mengurut perut kearah ekor. Jika keluar cairan putih dari lubang kelamin, maka ikan tersebut jantan.

Ciri-ciri ikan betina yang siap pijah adalah: (secara sederhana)

* Pergerakan ikan lamban
* Pada malam hari sering meloncat-loncat
* Perut membesar/buncit ke arah belakang dan jika diraba terasa lunak
* Lubang anus agak membengkak/menonjol dan berwarna kemerahan

Sedangkan untuk ikan jantan mengeluarkan sperma (cairan berwarna putih) dari lubang kelamin bila di stripping.
2. Pemijahan

Dalam pemijahan, ikan dirangsang dengan cara membuat lingkungan perairan menyerupai keadaan lingkungan perairan umum dimana ikan ini memijah secara alami atau dengan rangsangan hormon. Sehubungan dengan hal itu, maka langkah-langkah dalam pemijahan ikan mas adalah :

* Mencuci dang mengeringkan wadah pemijahan (bak/kolam)
* Mengisi wadah pemijahan dengan air setinggi 75-100 cm
* Memasang hapa untuk mempermudah panen larva di bak atau di kolam dengan ukuran 4 x 3 x 1 meter. Hapa dilengkapi dengan pemberat agar tidak mengambang.
* Memasang kakaban di tempat pemihajan (dalam hapa). Kakaban dapat berupa ijuk yang dijepit bambu/papan dengan ukuran 1,5 x 0,4 m.
* Memasukkan induk jantan dan betina siap pijah. Jumlah induk betina yang dipijahkan tergantung pada kebutuhan benih lepas hapa dan luas kolam yang akan digunakan dalam pendederan 1. Bobot induk jantan sama dengan induk betina namun dengan jumlah yang lebih banyak
* Mengangkat induk yang memijah dan memindahkannnya ke kolam pemeliharaan induk

3. Perawatan Larva

Kakaban diangkat 3 hari setelah telur menetas atau setelah larva tidak menempel di kakaban. Pakan larva berupa suspensi kuning telur dengan frekuensi 5 kali per hari (satu telur untuk 100.000 ekor larva). Waktu perawatan larva ini selama 5 hari sehingga larva sudah tahan untuk ditebar di kolam.

4. Pendederan

Kolam yang akan digunakan untuk pendederan seharusnya sudah dipersiapkan sebelumnya. Padat tebar selama kegiatan pendederan tertera dalam Tabel 1dan 2.

Tabel 1. Standar proses produksi benih ikan mas pada setiap tingkatan pemeliharaan di kolam





Tabel 2. Standar proses produksi benih ikan mas pada setiap tingkatan pemeliharaan di sawah



C. Pembesaran

1. Pembesaran di KJA

Sistem pembesaran intensif antara lain dapat dilakukan dalam keramba Jaring Apung yang biasa dipasang di perairan umum. Pemilihan lokasi penempatan jaring dalam suatu perairan akan sangat menunjang berhasilnya proses produksi. Beberapa karakteristik perairan yang tepat antara lain a) Air bergerak dengan arus terbesar, tetapi bukan arus kuat, b) Penempatan jaring dapat dipasang sejajar dengan arah angin, c) Badan air cukup besar dan luas sehingga dapat menjamin stabilitas kualitas air, d) Kedalaman air minimal dapat mencapai jarak antara dasar jaring dengan dasar perairan 1,0 meter, e) Kualitas air mendukung pertumbuhan seperti suhu perairan 270C sampai 300C, oksigen terlarut tidak kurang dari 4,0 mg/l, dan kecerahan tidak kurang dari 80 cm.

Satu unit Keramba Jaring Apung minimal terdiri dari kantong jaring dan kerangka jaring. Dimensi unit jaring berbentuk persegi empat dengan ukuran kantong jaring 7 x 7 x 3 M3 atau 6 x 6 x 3 M3. Satu unit Keramba Jaring Apung terdiri empat set kantong dan satu set terdiri dari dua lapis kantong Bagian badan kantong jaring yang masuk kedalam air 2,0 sampai 2,5 meter. Kerangka jaring terbuat dapat dibuat dari besi atau bambu dan pelampung berupa steerofoam atau drum. Bahan kantong jaring berasal dari benang Polietilena.

Frekuensi pemberian pakan minimal dua kali per hari. Sedangkan cara pemberian pakan agar efektif disarankan menggunakan Feeding Frame yang dapat dibuat dari waring dengan mesh size 2,0 mm berbentuk persegi empat seluas 1,0 smpai 2,0 m2. Alat ini di pasang di dalam badan air kantong jaring pada kedalaman 30 sampai 50 cm dari permukaan air. Letak alat ini dapat ditengah kantong atau di salah satu sudutnya Gambar 1. Standar pemeliharaan benih dalam pembesaran di KJA tertera dalam Tabel 3.



Gambar 1. Feeding frame untuk efektifitas pemberian pakan

Tabel 3. Standar proses produksi benih ikan mas pada setiap tingkatan pemeliharaan di jaring apung



2. Pembesaran di KAD

Pemeliharaan ikan mas di kolam air deras harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain lokasi dekat dengan sumber air (sungai, irigasi, dll.) dengan topografi yang memungkinkan air kolam dapat dikeringkan dengan cara gravitasi, kualitas air yang digunakan berkualitas baik dan tidak tercemar (kandungan oksigen terlarut 6-8 ppm) dan dengan debit air minimal 100 liter permenit.

Bentuk kolam air deras bermacam macam tergantung kondisi lahan, bisa segitiga, bulat maupun oval. Ukurannya bervariasi disesuaikan dengan kondisi lahan dan kemampuan pembiayaan. Umumnya KAD berukuran 10-100 m 2 dengan kedalaman rata-rata 1,0 - 1,5 meter. Dinding kolam tidak terkikis oleh aliran air dan aktivitas ikan . Oleh karena itu harus berkontruksi tembok atau lapis papan. Dasar kolam harus memungkinkan tidak daerah mati aliran (tempat dimana kotoran mengendap). Oleh karena itu kemiringan kolam harus sesuai (sekitar 2 - 5 %).

Padat tebar ikan ukuran 75 -150 gram/ ekor sebanyak 10 - 15 kg /m3 air kolam . Dosis pakan yang diberikan sebanyak 4% bobot biomass /hari. Frekuensi pemberiannya 3 kali/hari.(Written by Adi Sucipto //Saturday, 09 February 2008 07:00)

III. DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SN I01-6131-1999 (Produksi induk ikan mas Cyprinus carpio L. strain majalaya kelas induk pokok). Jakarta

Badan Standardisasi Nasional. 1999. SNI 01-6133-1999 (produksi benih ikan mas, Cyprinus carpio L. strain majalaya kelas benih sebar). Jakarta

Hardjamulia,A. 1995. system pengadaan stok induk ikan mas unggul. Makalah disampaikan pada pelatihan Pengelolaan Induk Ikan Mas di Balai Budidaya Air Tawar, tanggal 10-24 Desember 1995. 13 hal.

Hulata, G., 1995. A review of genetic improvement of the commom carp (Cyprinus carpio L.) and other cyprinids by crossbreeding, hybridization, and selection. Aquaculture 129:143-155

Sucipto, A. 2002. Budidaya ikan nila (Oreochromis sp.). Makalah disampaikan pada Workshop Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Himpunan Mahasiswa Akuakultur IPB, di Bogor tanggal 20, 21 dan 28 April 2002. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. 9 hal